top of page
Search
  • Writer's pictureDewan Perwakilan Mahasiswa FIA Unkris

Polemik Kebebasan Berpendapat di Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem demokrasi Pancasila, sebagai negara demokrasi Indonesia sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia setiap warga negaranya tidak terkecuali hak mengemukakan pendapat. Kebebasan mengemukakan pendapat di Indonesia telah dijamin secara konstitusi tertulis dalam pasal 28E ayat 3 UUD 1945. Namun akhir-akhir ini masyarakat semakin takut dalam menyuarakan pendapat, terutama bagi mereka yang pandangan politiknya tidak sejalan dengan pemerintah.

Hasil survei nasional yang dilakukan indikator Politik Indonesia, menunjukkan sebanyak 47,7 persen cenderung setuju dan sebanyak 21.9 persen sangat setuju dari 1200 responden bahwa warga semakin takut menyatakan pendapat. Survei tersebut menunjukkan bahwa implementasi kebebasan berpendapat di Indonesia belum cukup baik dan pemerintah belum cukup terbuka menerima kritik.

Pada 2 Februari 2021 dalam acara peluncuran laporan tahunan Ombudsman 2020 presiden Jokowi, menghimbau masyarakat harus lebih aktif menyampaikan kritik dan masukan kepada pemerintah. Menurut presiden Jokowi, hal tersebut demi mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik. Namun Pernyataan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, sebab masih sering terjadi pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi kepada mereka yang mengkritisi kebijakan pemerintah dan memiliki pandangan politik berbeda.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat ada 351 kasus pelanggaran hak dan kebebasan sipil yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia sepanjang 2020. Kasus tersebut termasuk serangan digital, ancaman dan kriminalisasi yang dialami organisasi, aktivis, jurnalis dan akademisi. Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar, berpendapat bahwa sulit membedakan antara kritik dan penghinaan kepada pemerintah, sebab jika mengkritik seorang pejabat pemerintah atas kinerja itu adalah hak publik yang harus didengarkan pejabat itu, bukan dilaporkan melalui jalur hukum.

Berdasarkan riset yang dilakukan Hootsuite (We are Social), setidaknya ada 160 juta pengguna media aktif di Indonesia. Hal tersebut memungkinkan masyarakat lebih aktif menyuarakan pendapatnya dan berekspresi di dunia maya. Walaupun begitu masyarakat merasa masih ada hambatan kebebasan berpendapat melalui media sosial, undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) hingga serangan dari para buzzer menjadi alasan enggan menyuarakan pendapatnya di media sosial. UU tersebut dianggap bermasalah dan mengandung pasal-pasal karet yang membatasi kebebasan berpendapat di dunia maya. Di tahun 2019, data yang dihimpun SAFENet menunjukkan setidaknya ada 3100 kasus Undang-undang ITE yang dilaporkan.

Beberapa waktu lalu, presiden Jokowi mewacanakan kepada DPR agar merevisi UU ITE ini, sebab banyak masyarakat yang saling melaporkan dan adanya proses hukum yang kurang memberikan rasa keadilan. Pernyataan presiden Jokowi disambut baik masyarakat, namun masyarakat harap pernyataan beliau bukan sekedar retorik ataupun mengamankan citra atas kritik, The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menyatakan indeks demokrasi Indonesia mencatatkan skor terendah dalam 14 tahun terakhir.

Kebebasan berpendapat merupakan unsur penting dan sistem dalam berdemokrasi, Karena sistem ini menjanjikan kesehatan berpikir, kesehatan berperilaku sosial maupun berpolitik. Menurut Nadya Oktaviani mafia semester 3, kebebasan merupakan hak kita semua, namun bukan berarti kita menggunakan hak tersebut untuk melakukan propaganda ataupun provokasi yang menggunakan stabilitas NKRI. Negara juga harus bisa menjamin kebebasan beroposisi dimasyarakat guna memberikan kebebasan demokrasi bagi setiap kebijakan yang di ambil pemerintah.


Sumber :

37 views0 comments

Comments


bottom of page