top of page
Search
  • Writer's pictureDewan Perwakilan Mahasiswa FIA Unkris

DUALISME KEPENGURUSAN PARTAI POLITIK DI INDONESIA

Belum lama ini, pemberitaan ramai dengan permasalahan dualisme kepengurusan partai politik (Parpol) di Indonesia. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dualisme memiliki arti saling bertentangan atau tidak sejalan. Dengan kata lain, dualisme Parpol adalah suatu keadaan di mana pemimpin Parpol sudah tidak sejalan atau bertentangan dengan kepentingan pengurus Parpol lainnya, sehingga menyebabkan pengurus Parpol tersebut memilih pemimpin yang bisa sejalan dengan kepentingan pengurus Parpol lainnya. Sejarah konflik dualisme di Indonesia bukan hanya terjadi dalam Parpol saja, dualisme juga pernah terjadi dalam kepemimpinan nasional.


Dualisme kepemimpinan Nasional dapat dikatakan sebagai pergolakan internal dalam negeri yang terjadi pasca kemerdekaan. Peristiwa ini terjadi pada masa transisi kepemimpinan, yakni kepemimpinan Soekarno diganti oleh kepemimpinan Soeharto, yang kita kenal sebagai masa orde baru. Pergolakan dimulai pada 30 September 1965 di mana 7 perwira senior TNI gugur. Dualisme kepengurusan Parpol bisa disebabkan oleh faktor internal ataupun faktor eksternal. Dalam tujuh tahun terakhir, setidaknya ada empat Parpol oposisi yang mengalami kisruh dualisme kepemimpinan di negeri ini.


Pada tahun 2014 lalu, Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) mengalami pergolakan dualisme kepengurusan. Ke dua partai tersebut mengalami dualisme karena perbedaan dukungan. Satu kubu ingin mendukung pemerintahan presiden Jokowi, sementara kubu lainnya mendukung oposisi yaitu koalisi merah putih yang di pimpin Prabowo Subianto. Namun pada akhirnya Golkar dan PPP bersatu kembali dan menjadi partai pendukung pemerintah. Golkar terjadi islah dan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang akhirnya menyatakan mendukung pemerintahan Jokowi-JK. Begitu juga dengan PPP, kubu Romahurmuziy yang mendukung Jokowi mendapatkan SK kepengurusan dari Kemenkum HAM.


Hal serupa juga dialami partai Berkarya, partai yang didirikan oleh Tommy Soeharto ini mengalami dualisme kepengurusan usai Munaslub yang digelar tahun 2020 oleh Presidium Penyelamat Partai. Munaslub tersebut menjadikan Muchdi Purwoprandjono sebagai ketua umum partai sedang Tommy Soeharto menjadi ketua dewan pembina. Di bawah pimpinan Muchdi Purwoprandjono, partai Berkarya menjadi pendukung pemerintah Jokowi yang sebelumnya di posisi oposisi.


Beberapa hari ini, Konflik terbelahnya partai demokrasi semakin memanas. Sebab ditunjuknya pihak eksternal Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai ketua umum, pada 5 Maret lalu dalam Kongres Luar Besar (KLB) Sumatra Utara. Sebelumnya, KSP Moeldoko membantah tudingan akan melakukan kudeta partai Demokrat. Selain menyeret pihak dari istana, KLB Sumatra Utara juga menyeret eks narapidana korupsi Nazaruddin sebagai donatur sekaligus penggagas KLB. Menurut kubu Moeldoko mahar yang tinggi dan partai dinasti menjadi alasan terjadinya KLB. Pihak Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan, KLB Sumatra Utara merupakan ilegal karena tidak memenuhi syarat dan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.


Kegagalan konsolidasi dan lemahnya kepemimpinan dalam internal Parpol bisa merupakan penyebab terjadinya dualisme. Dalam dunia politik persoalan yang harus dihadapi adalah terkait dengan pengaruh dan kekuatan politik seseorang. Dukungan dari pemerintah harus diperhitungkan, walaupun pemerintah menyatakan tidak pernah ikut campur masalah dualisme Parpol. Namun melihat kasus sebelumnya kubu yang mendukung pemerintah menjadi pemegang partai tersebut.



Sumber:

cnnindonesia.com

merdeka.com

12 views0 comments

Comentarios


bottom of page